Sabtu, 08 Januari 2011

Pulau Penyengat: Pusat Kesusastraan Kerajaan Lingga-Kepulauan Riau

Pulau Penyengat merupakan sebuah pulau kecil dalam gugusan Kepulauan Riau. Tempat ini mengalami pembangunan yang pesat pada masa Raja Ja’far, pada tahun 1806 (Mu’jizah, 1998:102). Pulau yang luasnya 3,5 km2 ini mempunyai beberpa kampung, diantaranya Kampung Jambat, Kampung Bulang, Kampung, Balik Kota, Kampung Datuk, Kampung Ladi, Kampung Baru, dan Kampung Tengah.
Pulau Penyengat awalnya adalah sebagai tempat kedudukan Yang Dipertuan Muda Lingga-Riau, sedangkan sultan berkedudukan di Daik Lingga. Yang Dipertuan Muda Lingga-Riau adalah keturunan Bugis, sedangkan Sultan Lingga-Riau adalah keturunan Melayu, pembagian kekuasaan ini terjadi karena adanya perjanjian dahulu saat Sultan Melayu meminta bantuan pada orang-orang Bugis untuk melawan orang-orang Minangkabau.
Pada perkembangannya Sultan Lingga-Riau pindah ke Pulau Penyengat karena tempatnya yang strategis sebagai pusat pertahanan kerajaan. Saat itulah Pulau Penyengat menjadi pusat pemerintahan yang ramai dan perkembangan kebudayaan tumbuh dengan cepat. Hal ini juga terjadi karena kemampuan baca-tulis tidak hanya dimiliki oleh keluarga kerajaan, tetapi juga penduduk biasa, sebut saja Encik Abdullah yang mengarang buku tentang perkawinan penduduk di Pulau Penyengat atau Khatijah Terung yang mengarang buku tentang hubungan seksual suami isteri yang berjudul Kumpulan Gunawan.
Berikut ini adalah karya-karya yang muncul pada masa pemerintahan Lingga-Riau, dengan pengecualian karya-karya Raja Ali Haji karena beliau dan karyanya akan dibicarakan khusus setelah bagian ini.
1. Kitab Tarasul, tidak ada nama pengarang
2. Kitan Adab al-Muluk oleh Datuk Syahbandar Riau
3. Syair Siti Zawiyah oleh Bilal Abu
4. Syair Raksi, Syair Engku Putri, Syair Perang Johor, dan Tuhfat an-Nafis oleh Raja Ahmad.
5. Hikayat Riau dan Syair Nasihat oleh Raja Ali
6. Syair Sultan Yahya oleh Daeng Wuh
7. Syair Madi, Syair Kahar Masyhur, Syair Sarkan, dan Syair Encik Dosaman oleh Raja Abdullah.
8. Hikayat Siak atau Sejarah Raja-Raja Melayu dan Sejarah Raja-Raja Riau oleh Tengku Sa’id
9. Syair Sultan Mahmud di Lingga oleh Encik Kamariah
10. Syair Burung oleh Raja Hasan
11. Syair Van Ophuysen oleh Raja Haji Sulaiman
12. Syair Kumbang Mengindera oleh Raja Sapiah
13. Syair Saudagar Bodoh oleh Raja Kalsum
14. Syair Sultan Mansur oleh Encik Wuj binti Bilal Abu
15. Syair Hikayat Raja Damsyik, Syair Sidi Ibrahim Khasib, Cakap-Cakap Rampai-Rampai Bahasa Melayu Johor, Ceritera Pak Belalang, Ceritera Kecelakaan Lebai Malang, dan Perhimpoenan Pantoen Melajoe oleh Haji Ibrahim Orangkaya Muda.
16. Syair Pangeran Syarif Hasyim, Asal Ilmi Tabib Melayu, dan Syair Raksi Macam Baru (Ibrahim, 1998: 528—561).
Sebenarnya di masa akhir kerajaan Lingga-Riau sampai keruntuhan sesudahnya, masih ada beberapa karya yang muncul di wilayah bekas kerajaan tersebut. Pulau Penyengat dalam sejarah telah menjadi pusat pemerintahan, pertahanan, kebudayaan, adat-istiadat, dan kesusastraan. Lokasi ini menjadi saksi mata peradaban yang cukup tinggi pada masanya. Pulau Penyengat beserta isi dan karya-karya melayu klasik yang lahir di sana menjadi warisan budaya Indonesia yang tidak dapat dinilai hanya dengan uang. Sudah menjadi kewajiban warga negara yang baik untuk memelihara warisan dari leluhur tersebut.
Raja Ali Haji: Sang Sastrawan dari Pulau Penyengat
Berbicara tentang Pulau Penyengat tidak akan lengkap tanpa seorang intelek yang terkenal sampai penjuru dunia karena karya-karyanya. Dialah Raja Ali Haji yang bernama lengkap Tengku Haji Ali al-Haj bin Tengku Haji Ahmad bin Raja Haji Asy-Syahidu fi Sabilillah bin Upu Daeng Celak ini dilahirkan pada tahun 1808 di Pulau Penyengat. Keluarga besar beliau terkenal dengan keproduktifan menulis, tetapi Raja Ali Haji-lah yang paling produktif menulis. Beberapa anggota keluarganya yang menghasilkan karya adalah Raja Ahmad Engku Haji Tua, Raja Haji Daud, Raja Salehah, Raja Abdul Mutallib, Raja Kalsum, Raja Safiah, Raja Sulaiman, Raja Hasan, Hitam Khalid, Aisyah Sulaiman, Raja Ahmad Tabib, Raja Haji Umar, dan Abu Muhammad Adnan.
Berikut adalah karya-karya Raja Ali Haji, baik yang dikarang sendiri, disalin dari naskah lain, ataupun yang ditulis oleh jurutulis yang diperintahkan olehnya.
1. Gurindam Dua Belas
2. Syair Abdul Muluk
3. Bustan al-Katibin
4. Thamarat al-Muhimmah Diyafah li’l-Umara wa’l-Kubara li Ahli’l-Mahkamah
5. Mukadimmah fi Intizam al-Waza’if al-Mulk Khususan ila Mala’ wa Subhan wa Ikhwan
6. Kitab Pengetahuan Bahasa
7. Silsilah Melayu dan Bugis dan Sekalian Raja-Rajanya
8. Tuhfat an-Nafis
9. Syair Hukum Fara’idh
10. Syair Hukum Nikah
11. Syair Suluh Pegawai
12. Syair Siti Sianah
13. Syair Sinar Gemala Mestika (Ibrahim, 1998: 528—561).
Pada kerajaan Lingga-Riau, ternyata Raja Ali Haji juga terkenal sebagai seorang anggota kerajaan dan ulama. Dia sempat lama tinggal di Makkah dan belajar di sana. Sekembalinya dari Makkah, dia diminta oleh Raja Ali, sepupunya, untuk mengajar ilmu keagamaan kepada orang-orang. Salah satu muridnya adalah Raja Abdullah, sepupunya sekaligus adik dari Raja Ali. Raja Ali Haji juga berteman baik dengan von de Wall. Sumbangan karya-karyanya dalam bidang agama, sastra, dan bahasa juga perannya yang penting dalam perlawanan terhadap Belanda, membuat beliau dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tahun 2004 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar