Rabu, 05 Januari 2011

Asal mula kata"DAIK" (Lingga)

Orang pertama yang menjejakkan kaki dipulau tempat terdapatnya Gunung Daik adalah Megat Kuning. Katanya dia berasal dari Melaka. Konon kabar, Megat Kuning merupakan anak cucu Megat Seri Rama. Tujuannga berkelana itu, guna mencari kawasan baru untuk menyebarluaskan pengaruh keturunannya di Melaka.

Berkayuhlah dia sendiri di arah selatan gunung yang bercabang tiga itu. Dari hilir dia menelusuri hingga ke hulu pulau itu (di bagian selatan Pulau Lingga, air surut laut mengalir dari arah barat ke timur Pulau Lingga dan sebaliknya pada saat air laut pasang, arusnya bergerak dari timur kearah barat Pulau Lingga). Dikawasan yang berbatu terjal, dari arah barat menyusuri timur, dia menjumpai muara sungai. Dengan menggunakan sampan. dia menyusuri sungai menuju kearah hulu. Pada kejauhan tertentu, dia tiba pada Kampung Tamda saat ini. Megat Kuning memberi tanda pada sungai itu. Tanda itu dilakukan dengan cara menetak atau menarah bagian pangkal batang kayu yang tumbuh dikiri dan kanan sungai itu. Dari sinilah nama sungai yang dimasukinya itu diberi nama yaitu Sungai Tanda.
Setelah menanda sungai itu, Megat Kuning kembali ke hilir sungai. Sesampainya di muara sungai arah ke laut, Megat Kuning membelokkan sampannya kearah kiri yankni kearah timur. Dia terus berkayuh sehingga dia kahirnya dapat lagi menjumpai sebuah muara sungai lainnya.
Berkayuhlah Megat Kuning menuju ke hulu sungai itu. Dilihatnya baik-baik keadaan sungai itu. Menurutnya ternyata sungai kedua yang dimasukinya emmiliki kondisi geografi yang lebih baik lagi dari pada sungai yang pertama yang sudah ditandainya itu. Oleh karena itu, sungai itu disebut dengan “Baik”. Entah bila masa kata “baik” itu berubah menjadi “daik” tidaklah dapat ditelusuri secara seksama oleh masyarakat setempat.

Demikianlah cerita ini dibuat. Semoga para pembaca terhibur , juga dapat mengambil beberapa hikmah yang terkandung didalamnya dan menarik sebuah kesimpulan. Serta para pembaca dapat meneruskan cerita ini kepada anak cucu agar Cerita Rakyat Melayu Lingga ini tidak hilang bak ditelan bumi.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar